Bermazhab, bolehkah???

|

Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba?d. OK Karisma mau mbahas secuil ilmu tentang mazhab yang selama ini menjadi perdebadan, baik ulama maupun orang awam (pastinya yang sok teu).Mazhab berbeda dengan manhaj, antum pade tau ngga??? Klo ngga tau buka kamus bahasa arab. He, he, he (promosi) ya jangan bahasa Inggris melulu dong yang dipelajari, bahasa arab juga penting lho!! Ok kembali ke lap.. par (lapar ilmu maksudnya). Kalau kita menyebut istilah mazhab, maka konteksnya secara umum adalah mazhab fiqih yang 4 atau 5 paling termashyur itu. Sebenarnya jumlahnya lebih banyak lagi. Yang dikenal di Indonesia adalah mazhab Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hambali

Hakikat Bermazhab

Banyak orang bilang kalau mermzhab hukumnya wajib. Bahkan dia juga bilang kalau ketika kita diaakhirat nanti kita ditaanya pengikut madzhaab yang manakah kita (X-trem bung!). Namun banyak juga orang terkecoh dengan anggapan seolah-olah kalau kita bermazhab itu berarti tidak berislam sesusai dengan ajaran asli dari Rasulullah SAW dan para shahabat. Ini adalah pandangan yang kurang tepat.

Kami mengambil yang tengah-tengah saja, bahwa yang benar mazhab itu sebenarnya justru merupakan upaya yang sungguh-sungguh untuk kembali kepada orisinalitas ajaran Islam yang paling murni sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat. Sebab mazhab itu sebenarnya adalah sebuah metode untuk mengistimbath sebuah hukum dari sumber aslinya yaitu Al-Quran Al-Kariem dan As-Sunah An-Nabawiyah. Kalau hasilnya berbeda antara satu mazhab dengan lainnya, tentu bukan hal yang perlu dibikin heran. Sebab jangankan para fuqaha mazhab, sedangkan para shahabat yang hidup hampir 24 jam bersama Rasulullah SAW pun seringkali berbeda pendapat dalam memahami beberapa detail hukum tertentu.

Misalnya dalam kasus Shalat Ashar di perk-ampungan Bani Quraishah. Saat itu pesan Rasulullah SAW kepada pasukan yang sedang menuju ke perkampungan yahudi itu adalah mereka harus shalat Ashar disana. Namun kenyataannya, pasukan itu sangat terlambat sementara matahari hampir terbenam. Bila melakukan shalat Asgar di Bani Quraidhah, pastilah lewat malam baru tiba. Tapi bila melakukan pada waktunya, tidak mungkin juga karena jaraknya masih jauh. Karena itu pasukan itu terbelah menjadi dua pendapat. Sebagian shalat Ashar pada waktunya dan sebagian lagi berpegang pada pesan Rasulullah SAW untuk tidak shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidhah.

Ketika Rasulullah SAW mengetahui hal ini, tidak ada satu pun dari kedua pendapat itu yang beliau salahkan. Karena keduanya telah berijtihad dengan dasar yang sama-sama kuat. Dengan demikian, perbedaan hasil ijtihad itu bukanlah suatu masalah, tetapi justru ada banyak hikmah yang bisa diambil. Diantaranya makin kayanya kazanah fiqih Islam.

Kalau para shahabat Rasulullah SAW bisa berbeda pandangan dalam mengistimbath hukum dan hal itu tidak menjadi masalah, maka apalagi buat generasi sesudahnya. Tentu bukan hal yang harus disesali perbedaan itu. Bahkan saat seorang faqih berijtihad, maka dia akan mendapatkan 2 pahala sekaligus bila hasilnya benar. Apalagi ada banyak sekali perkembangan zaman yang dahulu memang tidak ada keterangannya di masa Rasulullah SAW. Maka pintu ijtihad pun harus dibukan lebar tapi hanya boleh dimasuki oleh mereka yang punya kompetensi dan otoritas yang diakui. Mereka itu adalah para fuqaha dari masing-masing mazhab. Dan di belakang mereka ada deretan para muttabi` dan juga para muqallid.
Hukum Berpegang Pada Satu Mazhab

Sebenarnya para ulama memandang bahwa bertaqlid kepada imam tertentu dan bermazhab pada satu mazhab saja bukan merupakan kewajiban. Meskipun hukumnya tetap boleh untuk bertaqlid kepada imam yang dia meresa tsiqah / percaya atas ilmu dan pandangannya.

Menurut mereka seseorang dibenarkan untuk bermazhab dengan mazhab tertentu seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyyah, Al-Hanabilah dan mazhab fiqih lainnya. Tetapi tidak berarti dia harus terpaku pada pendapat dalam mazhab itu saja. Sebab memang tidak ada perintah dari Allah maupun Rasul-Nya yang mewajibkan untuk bertaqlid kepada satu imam saja. Yang ada justru perintah untuk bertanya kepada ahli ilmu secara umum, yaitu mereka yang memang memiliki kemampuan pemahaman syariat Islam, tetapi tidak harus terpaku pada satu orang atau mazhab saja.
Allah SWT berfirman :
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (QS. An-Nahl : 43)

Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu , melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. Al-Anbiya` : 7)

Para shahabat Rasulullah SAW dahulu dan juga para tabi`in pun tidak tepaku pada satu pendapat saja dari ulama mereka. Mereka akan bertanya kepada siapa saja yang memang layak untuk memberi fatwa dan memiliki ilmu tentang hal tersebut.

Selain itu terpaku pada satu mazhab saja justru merupakan kelemahan dan kesempitan, padahal fenoma banyak mazhab itu sendiri adalah kenikmatan, keutamaan dan rahmat dari Allah SWT.
Bagaimaana Dengan Gonta Ganti Mazhab ?

Lalu ada sekelompok orang yang berpindah-pindah mazhab, baik karena mencari yang paling mudah dari semua fatwa atau memang karena dia tidak tahu mazhab siapakah ini.

Para ulama memberikan pandangan dalam fenomena ini dalam beberapa point :
a. Ashabus Syafi`I, Asy-syairazi, Al-Khathib Al-Baghdadi, Ibnu Shibagh, Al-Baqillany dan Al-Amidy mengatakan bahwa seseorang berhak untuk memilih mana saja dari pendapat para ulama mazhab, termasuk mencari yang mudah-mudahnya saja. Dasarnya adalah ijma` para shahabat yang tidak mengingkari seseorang mengambil pendapat yang marjuh sementara ada pendapat yang lebih rajih. Dan sebaliknya, justru Rasulullah SAW selalu memilih yang termudah dari pilihan yang ada.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW sangat menyukai apa-apa yang termudah buat umatnya. (HR. Bukhari)
Bahwa Rasulullah SAW tidak pernah didudukkan pada dua pilihan kecuali beliau selalu memilih pilihan yang paling mudah, selama tidak berdosa. (H.R. Al-Bukhari , Malik dan At-Tirmizy).

Rasulullah SAW bersabda,"Aku diutus dengan agama yang hanif dan toleran". (HR. Ahmad)
b. Ahluz Zahir mengatakan bahwa seseorang wajib mengambil pendapat yang paling berat dan paling sulit.
c. Kalangan Al-Malikiyah dan Al-Ghazali serta Al-Hanabilah mengatakan bahwa tidak boleh seseorang berpindah-pindah mazhab hanya sekedar mengikuti hawa nafsu dan mencari yang paling ringan saja. Karena syariat melarang seseorang mengikuti hawa nafsunya saja. Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul , dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul , jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa : 59).
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab.

(ket : Bagi yang pendapatnya berbeda dengan karisma itu wajar saja, para sahabat yang hidup hampir 24 jam bersama Rasulullah SAW pun seringkali berbeda pendapat dalam memahami beberapa detail hukum tertentu. Apalagi kita yang sok teu ya) ~@!#%

1 komentar:

White.gen mengatakan...

betul - betul..!!

Posting Komentar