Ibnu Majid, the true story of.....

|

Dalam pelayaran selama 30 hari, Christhoper Columbus menemukan Benua Amerika pada 1492 M. Penjelajahan itu ia mulai dari Spanyol atas dukungan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Columbus menyebut benua itu dengan “Dunia Baru”. Berkat kerjasama Columbus dengan penguasa Spanyol itu, terjadilah pengeropaan Benua Amerika. Nama Amerika sendiri diadopsi dari nama penjelajah Italia, Amerigo Vespucci, salah satu teman Columbus dalam penjelajahan itu. Vespucci menulis kisah penjelajahan yang ia lakukan dalam narasi yang sangat memukau. Sehingga benua baru itu identik dengan namanya.
Sebetulnya, sebelum Columbus, orang Islam telah terlebih dahulu menemukan Amerika. Jauh-jauh hari sebelum Ferdinand dan Isabella mengusir muslimin dari Spanyol, sekelompok penjelajah muslim Andalusia telah sampai di benua Amerika. Mereka berlayar dari Spanyol ke arah barat selama 12 hari mengarungi Samudera Atlantik.
Dalam masa itu, mereka tidak menemukan apa-apa. Akhirnya, mereka membelokkan arah kapal ke selatan dan mengarungi laut selama 12 hari lagi. Mereka hanya menemukan sebuah pulau tak berpenghuni. Di situ hanya ada biri-biri berdaging pahit, tidak bisa dimakan. Mereka terus berlayar selama 12 hari lagi ke selatan, sehingga menemukan sebuah pulau berpenghuni. Mereka sempat menemui penguasa pulau tersebut dan berhubungan dengannya.
Para penjelajah muslim tersebut diyakini telah sampai ke Amerika Tengah. Orang-orang yang mereka temukan di benua itu adalah suku Indian yang sudah ribuan tahun menghuni Amerika. Kisah penjelajahan ini banyak ditulis oleh para geographer muslim, termasuk di antaranya adalah al-Syarif al-Idrisi, Ibn Majid, Al-Balkhi, Hajji Khalifa, Ibnu Khurradadhbih, dan lain-lain.
Dairat al-Ma'arif al-Faransa (Ensiklopedi Prancis) menyebutkan bahwa sebelum menjelajahi Amerika, Columbus mempelajari buku-buku geografi yang telah ditulis oleh para ilmuwan muslim pada masa keemasan Islam di Andalusia. Itu semua terjadi ketika Dinasti Bani Ahmar, pemerintahan terakhir muslimin di Andalusia, berhasil ditaklukkan oleh pasukan Kristen, Ferdinand dan Isabella melakukan kristenisasi besar-besaran di Spanyol. Khazanah-khazanah perpustakaan muslimin juga jatuh ke tangan mereka. Karya-karya inilah yang kemudian dibaca oleh Columbus, dan mengilhaminya tentang sebuah “dunia baru” yang ada di lain jagat.
Berkat penjelajahan yang dilakukan Columbus ini, kerajaan Spanyol, Prancis, Portugal dan Inggris, akhirnya berebut untuk melakukan invasi ke Dunia Baru. Invasi itu menyebabkan Benua Amerika mengalami peng-eropa-an besar-besaran. Suku kulit putih menguasai sebagian besar tanah dan agama Kristen Protestan menjadi agama mayoritas terutama di Amerika Utara yang menjadi koloni Inggris.
Jasa umat Islam dalam menemukan Benua Amerika sangat besar. Selain menyumbangkan karya-karya geografi tentang Amerika yang ditulis pada Abad Pertengahan, para penjelajah muslim juga dijadikan sebagai pemandu arah kapal oleh orang-orang Spanyol dan Portugal saat mereka melakukan invasi ke benua baru itu.
Sebagian penganut agama Islam di Amerika sekarang ini diyakini merupakan keturunan dari para pemandu kapal tersebut. Dan sebagian yang lain adalah para imigran dan keturunan orang-orang kulit hitam yang diangkut oleh Eropa untuk dijadikan budak. Diperkirakan sekitar 5 persen dari budak-budak itu adalah para pemeluk Islam di Afrika Utara.


Ibnu Majid
Dalam bidang penjelajahan ke Benua Amerika, dunia modern patut berterima kasih kepada Ibnu Majid. Dialah yang ahli geografi muslim dan ilmu penunjuk arah/perjalanan (navigasi atau kompas). Meski demikian, tidak sedikit orang yang mengetahui siapa sebenarnya Ibnu Majid, yang juga dikenal sebagai pelaut ulung ini.
Ia pernah dipercaya sebagai pandu kapal Vasco da Gama ketika berlayar dari Afrika ke India pada tahun 1497 M. Rute kapal itu adalah Samudra India, menyebrangi laut Abynisia terusan Mozambik, mengitari Tanjung Harapan dan Samudra Atlantik lantas masuk ke Laut Tengah lewat Selat Gilbaltar.
Penunjukan sebagai pandu kapal Vasco da Gama itu tentu punya alasan, karena Ibnu Majid selain dikenal sebagai orang yang berpengalaman menjelajah samudra nan luas, ia juga sebelumnya telah melakukan pelayaran dari Samudra India melewati Samudra Pasifik, Selat Bering, Samudra Afrika, Atlantik masuk Laut Tengah melewati Selat Gilbatar, beberapa tahun sebelum ditunjuk sebagai pandu kapal Vasco da Gama.
Lautan menjadi tempat yang tak asing bagi Ibnu Majid kecil. Ia sering mengikuti pelayaran yang dilakukan ayahnya di kawasan Laut Merah. Ketika beranjak dewasa, pelayaran bersama kawan-kawannya dilakukan tidak hanya di kawasan Laut Merah, tetapi sudah merambah Samudra Hindia. Penguasaannya atas kawasan Samudra Hindia mendorong dirinya membuat catatan-catatan khusus dalam beberapa bukunya dan menjadi pedoman pelaut sesudahnya dalam mengarungi samudra besar tersebut.
Ibnu Majid bernama lengkap Sihabuddin Ahmad bin Majid bin Amr ad-Duwaik bin Yusuf bin Hasan bin Husain bin Abi Ma'lak as-Sa'di bin Abi ar-Raka'ib an-Najdi (1432 -1500 M). Keluarga Ibnu Majid berasal dari daerah Gurun Nejd, Yaman. Namun, tradisi kebaharian sudah mulai dilakukan sejak kakek dan ayahnya yang menjadi mualim (navigator) di kawasan Laut Merah. Ayah Ibnu Majid merintis penulisan buku tentang navigasi yang diberi judul al-Hijaziyya. Buku ini membahas tentang kondisi lautan sekitar kawasan Hejaz.
Produktivitas Ibnu Majid dalam menulis memberi sumbangan tak terhingga pada dunia pelayaran sesudahnya. Pada masa sebelum kehadiran karya Ibnu Majid, sedikit para pelaut Arab yang berani mengarungi lebih jauh dari kawasan Laut Merah, Pantai Timur Afrika, hingga Pantai Tenggara Afrika atau Sofala, wilayah dekat Madagaskar. Alasan mereka, ketiadaan pedoman navigasi atas wilayah tersebut dapat menyesatkan mereka, terutama arus laut yang memang ganas.
Para pelaut pemberani sudah pernah mencoba jalur selain yang dikenal dengan mendasarkan diri pada peta buatan Claudius Ptolemaus. Menurut peta tersebut, di selatan Sofala terdapat daratan yang membentang hingga ke Cina di sebelah timur. Hanya celah sempit yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Petunjuk peta ini dikoreksi Abu Rayhan al-Biruni yang menjelaskan ada lautan, bukan hanya selat, yang menghubungkan dua samudra besar tersebut.
Ibnu Majid membenarkan teori Al-Biruni. Berdasarkan pengalaman langsung menjelajahi wilayah itu, ia menyebut di selatan Sofala ada selat yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Penjelajahan yang dilakukan Ibnu Majid selain ingin membuktikan kesalahan peta Ptolemeaus, juga keingintahuan dirinya tentang wilayah pantai Afrika secara keseluruhan. Saat itu, ia melakukan ekspedisi keliling benua Afrika mulai dari Laut Merah ke arah selatan lalu ke barat hingga Maroko dan Laut Tengah.
Kepandaian Ibnu Majid dalam perhitungan pelayaran atau navigasi mencapai puncaknya ketika ia berhasil membuat kompas dengan 32 arah mata angin. Kompas yang jauh lebih detil dengan kompas buatan ahli masa itu, terutama orang Mesir dan Maroko. Kreasi itu akhirnya dikenal sebagai bentuk awal kompas modern.
Ketika Ibnu Majid bertemu dengan para pelaut Portugis yang terkenal dalam penjelajahannya, ia tunjukkan kompas itu. Para pelaut Portugis mengaku belum pernah melihat kompas seperti itu sebelumnya. Karena penemuannya di bidang navigasi ini, kalangan pelaut Arab sangat menghormatinya, bahkan menyebutnya Syeikh Majid. Untuk mengenang Ibnu Majid, setiap akan melakukan pelayaran jauh, mereka memanjatkan doa untuknya dengan membaca Surat Al-Fatihah.

0 komentar:

Posting Komentar